NewsOpiniPenelitian

Dari Data ke Cerita: Strategi Menulis Publikasi Ilmiah Kelas Internasional

11
×

Dari Data ke Cerita: Strategi Menulis Publikasi Ilmiah Kelas Internasional

Share this article

Publikasi internasional sering kali dipandang sebagai sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan riset besar, data yang sangat kompleks, atau fasilitas laboratorium berteknologi tinggi. Tidak sedikit peneliti muda merasa minder ketika membandingkan diri dengan universitas ternama yang memiliki akses terhadap peralatan canggih atau dana penelitian yang melimpah. Padahal, dalam berbagai kesempatan saya selalu menekankan bahwa kunci keberhasilan sebuah artikel internasional tidak semata-mata terletak pada “besar”-nya data yang dimiliki, melainkan pada bagaimana kita mengemas dan menceritakan penelitian tersebut.

Sebuah penelitian sederhana pun dapat menjadi publikasi bereputasi jika ditulis dengan narasi yang kuat, alur logika yang runtut, dan penyajian yang menarik. Artikel ilmiah pada dasarnya bukan hanya kumpulan angka, tabel, atau grafik, tetapi juga sebuah cerita ilmiah yang menjelaskan mengapa riset itu penting, apa kebaruannya, dan bagaimana hasilnya dapat memberi kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan maupun pemecahan masalah nyata.

Dengan kata lain, kualitas sebuah publikasi lebih ditentukan oleh perspektif, kreativitas, dan kejelian penulis dalam mengangkat nilai dari penelitiannya. Peneliti perlu belajar menempatkan hasil risetnya dalam konteks yang lebih luas, menjawab pertanyaan “so what?” atau “mengapa hal ini penting?”, serta menyajikannya dengan cara yang meyakinkan. Itulah seni dari menulis publikasi internasional: mengubah data menjadi cerita, dan menjadikan cerita itu bermakna bagi pembaca lintas negara.

Storytelling sebagai Kekuatan Artikel Ilmiah

Untuk menggambarkan hal ini, saya sering menggunakan analogi sederhana: susu kedelai. Produk yang sama bisa bernilai berbeda tergantung pada kemasan dan cara pemasarannya. Demikian pula artikel ilmiah, data yang biasa-biasa saja bisa bernilai internasional apabila kita mampu menuturkannya dengan cerita yang kuat, kontekstual, dan memberi wawasan baru. Itulah sebabnya saya selalu menekankan bahwa menulis artikel ilmiah bukan sekadar melaporkan hasil, tetapi tentang menceritakan kisah ilmiah yang mampu menunjukkan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Berawal dari Kegelisahan Ilmiah

Sebelum menulis, setiap peneliti perlu menemukan apa yang saya sebut sebagai kegelisahan ilmiah, rasa ingin tahu atau kegelisahan intelektual yang mendorong penelitian dilakukan. Dari titik inilah kita meninjau penelitian sebelumnya, mencari celah, lalu menyusun metodologi baru yang sahih. Dengan cara ini, artikel yang kita tulis tidak hanya data-driven, tetapi juga problem-driven. Hasilnya lebih fokus, relevan, dan jelas kontribusinya di kancah akademik internasional.

Mengangkat Data Lokal ke Level Global

Saya kerap memberikan contoh sederhana:

Efektivitas Paracetamol
Kesimpulan bahwa paracetamol itu efektif tentu bukan hal baru. Yang menarik justru adalah pertanyaan: mengapa sebagian anak tidak merespons positif? Dari sini, kita bisa menggali faktor lingkungan, perilaku, atau aspek psikologis. Analisis semacam ini mengubah data sederhana menjadi temuan baru yang layak dipublikasikan secara internasional. Perhatikan dua ilustrasi berikut:

Hasil dan Pembahasan
Dari studi kami kali ini, paracetamol memang menunjukkan efektivitasnya dalam menurunkan demam anak-anak. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2, 75% responden terpengaruh positif oleh reaksi kimia paracetamol tersebut. Mekanisme reaksi paracetamol pada sistem pencernaan anak-anak telah dikaji secara mendalam oleh Retno (2019), Veni (2020), dan Eka (2021). Namun demikian, ada temuan menarik dari studi kami kali ini yang belum dilaporkan dalam literatur yang kami pelajari. Tiga anak yang tidak memperoleh pengaruh positif dari paracetamol tersebut bukan karena tidak ada reaksi kimia dalam sistem pencernaannya. Ada faktor lain yang kami temukan sehingga paracetamol tersebut seolah tidak bekerja. Pertama, pada responden nomor enam, setelah anak diberikan paracetamol, Mamaknya sibuk mainan HP sehingga lalai mengawasi anaknya. Karena merasa tidak diperhatikan, anak tersebut memilih untuk keluar rumah dan hujan-hujanan selama lebih dari dua jam. Kedua, pada responden nomor delapan, setelah anak diberikan paracetamol, Mamaknya memarahi dan membentak-bentak anak tersebut, karena secara bersamaan, Mamaknya juga sakit gigi, rasa jengkelnya tersebut dilampiaskan ke anaknya. Ketiga, pada responden nomor 11, setelah diberikan paracetamol, Mamaknya mengajak ke Pasar Malam dan masuk ke Wahana Rumah Hantu sehingga anaknya ketakutan. Dst….

Kebiasaan Mandi Anak di Kaki Gunung Sumbing
Hasil penelitian tentang kebersihan anak di daerah tertentu bisa semakin kaya bila dibandingkan dengan studi internasional. Apakah ada pengaruh budaya, ekonomi, atau sosial yang membedakan hasil kita dari negara lain? Perbandingan ini membuat riset lokal memiliki makna global. Perhatikan contoh berikut:

Hasil dan Pembahasan
Kami menemukan, dari 100 anak-anak di Kaliangkrik hanya 40% yang rajin mandi. Sementara itu, dari sisi geografis, Kaliangkrik merupakan dataran tinggi dengan sumber air alam yang sangat melimpah. Fenomena serupa juga terjadi di Mambilla, Nigeria (Mikel, 2020), La Paz, Bolivia (Escobar, 2021), Kathmandu, Nepal (Chand, 2023), dan Perbukitan Throssell, Australia (Cahill, 2024).  Hasil studi kami kali ini menyanggah hasil penelitian Zulfikar (2022) yang mengklaim bahwa ada hubungan erat antara ketertiban mandi anak-anak dengan ketersediaan air di sebuah area pemukiman.

Analisis lebih lanjut, selain ketersediaan air, kami menemukan bahwa faktor sosial, ekonomi, adat, dan mitos sangat berperan dalam ketertiban anak-anak di dataran tinggi tersebut. Dalam kasus kami di Kaliangkrik, faktor ekonomi sangat dominan, dimana orang tua mereka lebih memilih untuk membeli telor daripada membeli sabun mandi dan shampoo. Ketiadaan sabun mandi dan shampoo ini menjadikan Sebagian besar anak-anak di Kaliangkrik tidak rajin mandi, terkonfirmasi oleh 56 responden sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Di Nigeria, anak-anak dataran tinggi khususnya di Mambilla tidak rajin mandi karena mitos turun temurun dalam tradisi mereka, dimana, anak-anak yang rajin mandi akan sulit mendapatkan jodoh (Mikel, 2020). Sementara itu, beberapa studi melaporkan bahwa anak di Kathmandu, Nepal tidak rajin mandi karena alasan yang bertolak belakang dengan fenomena di Kaliangkrik. Di Kathmandu, anak-anak bekerja sebagai pemandu wisata sampai malam sehingga mereka lupa mandi dan itu menjadi kebiasaan. Sebagaimana dilaporkan oleh Khumar (2022), aktivitas anak-anak di Kathmandu sebagai pemandu wisata menghasilkan upah sekitar 100 USD per hari. Dst ……..

Kreativitas dalam Metodologi

Di bidang pendidikan, saya pernah mencontohkan pentingnya kombinasi metode. Tidak cukup hanya dengan pre-test dan post-test, tetapi juga dengan rekaman CCTV di kelas, observasi suasana belajar, hingga analisis psikologis. Dengan begitu, kita tidak hanya tahu skor akhir siswa, melainkan juga bagaimana proses, interaksi, dan keterlibatan emosional terbentuk. Dari sini kita belajar bahwa novelty dalam penelitian tidak harus selalu ada pada hasil, tetapi bisa lahir dari cara baru dalam mengumpulkan dan menganalisis data.

Menjadi Storyteller Ilmiah

Bagi saya, publikasi ilmiah sejatinya adalah kegiatan bercerita. Artikel bukanlah laporan data statis, melainkan narasi dinamis yang menyatukan masalah, metode, hasil, dan diskusi dalam alur yang menarik. Peneliti, dalam hal ini, ditantang untuk menjadi storyteller yang mampu:

  • Mengangkat kegelisahan ilmiah,
  • Menyajikan data dengan konteks,
  • Menghubungkan lokal dengan global,
  • Menawarkan insight yang baru dan bermanfaat.

Pada akhirnya, data hanyalah bahan baku. Nilai lebihnya terletak pada cerita ilmiah yang kita bangun di balik data tersebut. Dengan pendekatan ini, riset lokal sekalipun bisa naik kelas menjadi publikasi internasional yang diakui. Dengan kata lain, keberhasilan publikasi tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan laboratorium, tetapi oleh kepekaan kita membaca cerita di balik data, serta keberanian untuk menuturkannya secara kreatif dan bermakna.

Silakan simak versi videonya di sini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *