Belakangan ini istilah predatory journal atau jurnal predator semakin sering muncul dalam perbincangan akademik. Istilah ini mengacu pada jurnal ilmiah yang tampak seperti jurnal biasa, namun sebenarnya menjalankan praktik penerbitan yang tidak etis dengan tujuan utama meraup keuntungan finansial.
Jika Anda mengetik “predatory journal” di Google, Anda mungkin akan menemukan berbagai simbol atau logo yang menyeramkan: serigala, hiu, dan lain-lain. Simbol-simbol itu menjadi representasi betapa jurnal predator adalah “pemangsa” yang siap memangsa penulis, terutama peneliti yang kurang waspada.
Apa Itu Jurnal Predator?
Pada dasarnya, publikasi ilmiah yang baik memang bisa mempermudah proses penyebaran ilmu. Misalnya, platform Open Science Framework (OSF) yang berbasis preprint menyediakan ruang gratis bagi para peneliti untuk mengunggah naskah ilmiahnya. Tidak ada biaya tersembunyi, dan sifatnya terbuka untuk komunitas akademik. Itu sah-sah saja, bahkan justru mendukung keterbukaan ilmu pengetahuan.
Masalah muncul ketika ada pihak yang mengklaim memberikan kemudahan serupa, tetapi sekaligus meminta biaya publikasi yang besar tanpa standar akademik yang jelas. Di titik inilah praktik jurnal predator mulai tercium.
Definisi Konsensus tentang Jurnal Predator
Menurut salah satu artikel di Nature, jurnal predator didefinisikan sebagai entitas, baik jurnal maupun penerbit, yang lebih mengutamakan keuntungan finansial dibanding kepentingan ilmiah. Beberapa ciri utama jurnal predator antara lain:
-
Menyediakan informasi yang palsu atau menyesatkan.
-
Menyimpang dari praktik editorial dan publikasi yang baik.
-
Minim transparansi dalam proses publikasi.
-
Menggunakan pendekatan agresif, brutal, bahkan acak dalam mengundang penulis untuk mengirim artikel.
Dengan kata lain, tujuan mereka bukanlah untuk menjaga mutu akademik, melainkan untuk “menjual” publikasi instan.
Nasional atau Internasional?
Ada satu pertanyaan penting: mengapa istilah jurnal predator seringkali dikaitkan dengan jurnal internasional? Apakah jurnal nasional bebas dari praktik ini? Jawabannya: tidak. Definisi jurnal predator bersifat universal, sehingga berlaku tanpa memandang asal-usul jurnal tersebut. Jika sebuah jurnal nasional terbukti menampilkan ciri-ciri seperti di atas, misalnya tidak transparan, mengundang penulis dengan cara agresif, atau memungut biaya tanpa proses editorial yang jelas, maka ia tetap bisa dikategorikan sebagai jurnal predator.
Dengan demikian, kewaspadaan tidak boleh hanya diarahkan pada jurnal luar negeri. Jurnal dalam negeri pun harus ditelaah dengan kritis sebelum peneliti memutuskan untuk mengirimkan naskah. Jurnal predator adalah ancaman serius bagi dunia akademik karena dapat merusak kredibilitas penulis, melemahkan kualitas publikasi ilmiah, serta menodai prinsip integritas keilmuan. Baik jurnal internasional maupun nasional bisa saja terjebak dalam praktik predator ini.
Maka, penting bagi setiap akademisi untuk memahami ciri-cirinya, mengecek reputasi jurnal sebelum mengirimkan artikel, serta selalu mengutamakan integritas dalam publikasi. Dunia akademik hanya bisa tumbuh sehat jika kita bersama-sama menjaga mutu dan menjauhi jebakan jurnal predator.
Dapatkan versi videonya di: YouTube | Instagram | TikTok | Facebook