Di tengah gempuran teknologi yang semakin canggih, Generative AI seperti ChatGPT, Bard, dan lainnya telah merambah berbagai bidang, tak terkecuali dunia akademik. Mulai dari membantu menulis esai, mengedit jurnal ilmiah, hingga membuat ilustrasi visual, teknologi ini membawa kemudahan sekaligus tantangan baru. Untuk menjawab tantangan tersebut, sejumlah lembaga akademik dan penerbit ilmiah kini mulai menetapkan kebijakan khusus terkait penggunaan AI, salah satunya adalah kebijakan yang baru-baru ini dirilis oleh MESI (Modern Education & Scientific Institution), yang diadaptasi dari COPE (Committee on Publication Ethics). Kebijakan ini bukan sekadar aturan teknis. Ia mencerminkan kesadaran bahwa kehadiran AI bukanlah sekadar tren, melainkan perubahan struktural yang berdampak langsung pada integritas ilmiah dan etika akademik.

Secara umum, kebijakan ini membagi aturan dalam tiga peran utama di dunia publikasi akademik: penulis, reviewer, dan editor.

1. Untuk Penulis: AI Hanya sebagai Alat Bantu, Bukan Penulis

Penulis diperbolehkan menggunakan teknologi AI generatif dalam proses penulisan hanya untuk meningkatkan keterbacaan dan tata bahasa, bukan untuk menyusun konten substansial secara otomatis. Hal ini karena AI bisa menghasilkan tulisan yang terdengar meyakinkan, tetapi tidak selalu akurat atau bebas bias.

Penulis juga wajib mencantumkan pernyataan penggunaan AI dalam manuskrip mereka. Transparansi ini penting demi menjaga kepercayaan antara penulis, reviewer, editor, dan pembaca. Dan yang terpenting, AI tidak boleh dicantumkan sebagai penulis atau co-author, karena tanggung jawab penulisan hanya dapat diemban oleh manusia.

Kebijakan ini juga melarang penggunaan AI untuk mengubah atau membuat gambar ilmiah, kecuali jika teknologi tersebut merupakan bagian dari metodologi riset itu sendiri (seperti dalam pemrosesan citra biomedis). Bahkan untuk pembuatan graphical abstract atau seni sampul, penggunaan AI tetap tidak diperbolehkan kecuali dengan izin khusus dari editor dan penerbit.

2. Untuk Reviewer: Jaga Kerahasiaan, Jauhkan dari AI

Bagi para penelaah (reviewer), kebijakan ini mengingatkan pentingnya menjaga kerahasiaan naskah yang sedang direview. Oleh karena itu, mengunggah naskah atau laporan review ke platform AI seperti ChatGPT sangat dilarang, meskipun hanya untuk menyunting bahasa. Selain bisa melanggar hak kekayaan intelektual penulis, hal ini juga dapat melanggar privasi data jika naskah mengandung informasi sensitif.

Peer review adalah jantung dari ekosistem ilmiah, dan penilaian terhadap kualitas ilmiah suatu karya tetap harus dilakukan manusia—bukan oleh sistem yang tak memahami konteks sepenuhnya.

3. Untuk Editor: AI Tidak Berhak Membuat Keputusan Ilmiah

Sama seperti reviewer, para editor juga dilarang menggunakan AI dalam menilai, mengedit, atau membuat keputusan editorial terhadap naskah ilmiah. AI dianggap tidak memiliki kapasitas penilaian kritis dan pertimbangan etis yang dibutuhkan dalam proses editorial. Bahkan, surat pemberitahuan atau keputusan editorial pun tidak boleh diedit menggunakan AI karena bisa mengandung informasi rahasia tentang penulis atau isi naskah.

Editor tetap memegang tanggung jawab penuh atas integritas dan kualitas proses publikasi. Bila ditemukan adanya pelanggaran terhadap kebijakan ini—baik oleh penulis maupun reviewer—editor diwajibkan melaporkannya kepada penerbit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *