Setidaknya dalam satu dekade terakhir, istilah “Scopus” sering sekali terdengar di kalangan akademisi, mahasiswa pascasarjana, dan dosen yang ingin naik jabatan. Bahkan dalam percakapan sehari-hari, tak jarang muncul kalimat seperti:
“Kamu sudah punya artikel di jurnal Scopus belum?”
“Kalau mau S3, harus publikasi di jurnal Scopus ya.”
“Itu jurnal internasional Scopus, lho!”
Lalu sebenarnya, apa itu Scopus? Apakah ada yang namanya jurnal Scopus? Atau itu sekadar istilah populer yang menyederhanakan sesuatu yang lebih kompleks?
Apa Itu Scopus?
Scopus adalah basis data ilmiah internasional milik penerbit besar bernama Elsevier. Ia merupakan indeks yang mencatat jutaan artikel dari jurnal-jurnal ilmiah, buku, dan prosiding konferensi dari berbagai bidang ilmu. Scopus bukan penerbit, bukan jurnal, dan bukan lembaga pendidikan. Scopus adalah mesin pencari dan pelacak publikasi ilmiah terkurasi, semacam “Google Scholar versi premium” tetapi dengan standar yang lebih ketat.
Fungsi Utama Scopus:
-
Mengindeks jurnal-jurnal berkualitas tinggi dari seluruh dunia.
-
Melacak sitasi (kutipan), berapa kali sebuah artikel dikutip oleh artikel lainnya.
-
Menyediakan metrik akademik, seperti h-index, untuk menilai produktivitas dan dampak peneliti.
-
Menjadi rujukan resmi dalam penilaian akademik, akreditasi, hingga pemeringkatan universitas.
Jadi, Apa Itu Jurnal Scopus?
Secara teknis, tidak ada yang namanya “jurnal Scopus”. Yang benar adalah:
Jurnal yang terindeks (termasuk) dalam basis data Scopus.
Namun, dalam percakapan sehari-hari, orang sering menyebutnya sebagai “jurnal Scopus” sebagai cara singkat untuk menjelaskan:
“Jurnal itu sudah masuk dalam daftar jurnal yang diakui dan terindeks oleh Scopus.”
Jadi, menyebut “jurnal Scopus” sebenarnya secara praktis keliru, Scopus bukan penerbit jurnal atau nama jurnal.
Mengapa Scopus Penting?
Scopus menjadi sangat penting karena banyak institusi pendidikan tinggi, lembaga riset, hingga kementerian di berbagai negara menjadikan publikasi di jurnal yang terindeks Scopus sebagai tolak ukur kualitas penelitian. Misalnya, dosen yang ingin naik jabatan ke Lektor Kepala atau Guru Besar sering kali diwajibkan memiliki artikel di jurnal terindeks Scopus. Mahasiswa program magister (S2) dan doktoral (S3) juga kerap dituntut untuk menerbitkan publikasi internasional di jurnal bereputasi sebagai bagian dari syarat kelulusan. Selain itu, lembaga penelitian yang ingin mendapatkan hibah, insentif riset, atau pengakuan nasional dan internasional juga sangat bergantung pada rekam jejak publikasi yang tercatat di Scopus. Tak hanya itu, data dari Scopus turut digunakan dalam berbagai pemeringkatan universitas dunia seperti QS World University Ranking dan Times Higher Education (THE), menjadikannya instrumen penting dalam pengukuran reputasi akademik global.