Permendiktisaintek No.39 Tahun 2025 telah resmi ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2025  oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, dan diundangkan pada tanggal 2 September 2025 untuk menggantikan Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023. Perubahan regulasi dari Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 menuju Permendiktisaintek No. 39 Tahun 2025 menandai pergeseran penting dalam arah kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Bukan sekadar perubahan nomenklatur kementerian, melainkan juga pembaruan mendasar dalam standar, orientasi mutu, dan tata kelola perguruan tinggi.

Transformasi Kelembagaan

Permen 53 diterbitkan oleh Kemendikbudristek, sementara Permen 39 oleh Kemendiktisaintek. Pemisahan kementerian ini memberi sinyal bahwa pendidikan tinggi kini ditangani lebih fokus, khususnya terkait sains dan teknologi. Perguruan tinggi diharapkan lebih adaptif, tidak hanya memenuhi kebutuhan nasional, tetapi juga menembus kompetisi global.

Orientasi Mutu: Dari Nasional ke Global

Jika Permen 53 menekankan pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) sebagai acuan minimal, maka Permen 39 menambahkan prinsip pelampauan standar. Perguruan tinggi tidak cukup sekadar memenuhi SN Dikti, tetapi juga wajib menyesuaikan diri dengan standar internasional, termasuk mendorong akreditasi global pada program studi tertentu.

Sistem Penjaminan Mutu: Akuntabilitas dan Transparansi

Permen 53 mengenal SPMI (internal) dan SPME (eksternal) dengan BAN-PT/LAM sebagai pelaksana akreditasi. Permen 39 mempertahankan skema tersebut, namun menekankan akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas berkelanjutan. Audit mutu lebih ketat, dan hasil evaluasi menjadi dasar tidak hanya untuk akreditasi nasional, tetapi juga pemeringkatan internasional.

Kurikulum, RPL, dan Micro-credential

Di sinilah perubahan signifikan terjadi:

  • Permen 53: Kurikulum berbasis capaian pembelajaran, MBKM opsional, RPL tidak wajib, micro-credential belum diatur.

  • Permen 39: Kurikulum lebih fleksibel, RPL wajib, micro-credential diakui sebagai sertifikasi resmi, dan MBKM diintegrasikan dengan skema lintas prodi, lintas kampus, bahkan lintas negara.

Implikasinya, perguruan tinggi harus membuka jalur belajar adaptif dan akomodatif bagi mahasiswa maupun profesional yang ingin mendapatkan pengakuan kompetensi spesifik.

Beban Studi dan Masa Tempuh

Perubahan teknis juga terjadi pada beban studi:

  • Magister: dari rentang 54–72 SKS (Permen 53) menjadi minimal 36 SKS tanpa batas atas (Permen 39).

  • Doktor: Permen 53 membagi 6 semester (2 semester pembelajaran + 4 semester riset). Permen 39 hanya menyebut 6 semester, tanpa pembagian kaku.

  • Magang & luar prodi: Jika dulu diatur detail (misal S1 Terapan wajib magang 1 semester/20 SKS), kini perguruan tinggi diberi otonomi menentukan durasi dan bobot.

Penilaian Akademik dan Transparansi

Permen 39 memberi aturan lebih rinci:

  • Sistem nilai huruf A–E (A=4, E=0).

  • Mekanisme Lulus/Tidak Lulus untuk mata kuliah tertentu.

  • Hasil penilaian sumatif wajib dilaporkan ke PD-DIKTI.

  • Pada program doktor, penguji tugas akhir harus melibatkan pihak eksternal untuk menjamin objektivitas.

Internasionalisasi Pendidikan Tinggi

Permen 39 menempatkan internasionalisasi sebagai fokus:

  • dorongan akreditasi global,

  • kolaborasi riset internasional,

  • pertukaran mahasiswa,

  • program double degree.

Ini kontras dengan Permen 53 yang hampir tidak menyinggung aspek internasional secara eksplisit.

Ketentuan Transisi

Permen 53/2023 resmi dicabut sejak 2 September 2025. Perguruan tinggi diberi waktu 2 tahun untuk menyesuaikan semua regulasi internalnya agar sesuai dengan Permen 39/2025.

Kesimpulan

Perubahan dari Permen 53 ke Permen 39 bukan sekadar revisi administratif, tetapi sebuah reorientasi kebijakan pendidikan tinggi Indonesia:

  • Dari kepatuhan pada standar nasional → menuju daya saing global.

  • Dari regulasi rigid → menuju fleksibilitas kurikulum dan pengakuan capaian belajar.

  • Dari akreditasi sebagai tujuan akhir → menuju akreditasi + evaluasi berkelanjutan sebagai sistem mutu terpadu.

Dengan regulasi baru ini, perguruan tinggi di Indonesia dituntut bukan hanya untuk bermutu di dalam negeri, tetapi juga relevan dan kompetitif di tingkat internasional.

Download:

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Yuk, Ikuti Media Sosial Kami!
Dapatkan informasi terbaru, inspirasi, dan berbagai kegiatan menarik lainnya dengan mengikuti akun resmi kami di media sosial.

 

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak digital ya..