Banyak dosen muda yang penuh semangat ingin segera menembus jurnal internasional bereputasi, termasuk Scopus. Namun, semangat itu terkadang membuat mereka kurang realistis dalam menilai apakah tulisan yang dibuat memang sudah layak dipublikasikan di tingkat tersebut. Tidak jarang, artikel yang masih ditulis dalam bahasa Indonesia, dengan referensi seadanya, langsung diarahkan ke prosiding Scopus. Padahal, peluang diterima nyaris mustahil.
Masalah utamanya terletak pada kurangnya self-assessment. Seorang penulis yang baru memulai sering kali terlalu percaya diri. Mereka mengira bahwa semangat menulis sudah cukup, padahal ada standar ilmiah yang harus dipenuhi.
Untuk itulah penting dikenalkan sebuah konsep yang disebut Manuscript Readiness Level (MRL). Sama halnya dengan technology readiness level yang mengukur kesiapan sebuah inovasi untuk diterapkan, MRL berfungsi sebagai ceklist bagi penulis untuk menilai sejauh mana artikelnya siap dipublikasikan.
Dengan MRL, penulis bisa mengukur:
-
Apakah artikel sudah memenuhi kaidah akademik internasional.
-
Apakah referensi yang digunakan sudah relevan dan mutakhir.
-
Apakah struktur penulisan sesuai standar prosiding atau jurnal bereputasi.
Namun, selain self-assessment, ada satu langkah penting lain: peer review informal di lingkungan akademik.
Dalam tradisi akademik internasional, mahasiswa doktoral sekalipun tidak langsung mengirimkan artikelnya. Setelah menulis, mereka terlebih dahulu melaporkan ke supervisornya. Dari sana, supervisor akan memberi masukan hingga artikel benar-benar siap.
Budaya ini yang masih jarang ditemui di lingkungan kita. Sering kali, dosen muda setelah menulis langsung submit, tanpa meminta masukan dari rekan yang lebih berpengalaman. Padahal, jika setelah menulis lalu meminta pendapat senior (senior dalam hal pengalaman publikasi, bukan usia) akan ada banyak perbaikan yang bisa dilakukan.
Jika hal ini dibiasakan, maka perlahan akan terbentuk sebuah ekosistem publikasi yang sehat. Setiap artikel tidak hanya lahir dari semangat, tetapi juga melalui proses penilaian internal yang matang. Dengan begitu, peluang menembus jurnal dan prosiding internasional akan jauh lebih besar.