Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang statis. Ia tumbuh, berkembang, dan terus bergerak maju. Dalam salah satu video edukatif yang mengangkat topik ekosistem publikasi ilmiah, pertumbuhan ilmu digambarkan secara menarik melalui analogi lingkaran yang terus meluas. Pada awalnya, bentuk buah semangka dikenal hanya bulat. Namun, seiring berkembangnya ilmu dan teknologi, bentuk semangka bisa kubus, bahkan segitiga. Begitulah sains bekerja, memperluas batas pemahaman manusia dari apa yang pernah dianggap mutlak.
Dalam analogi tersebut, ilmu pengetahuan diibaratkan sebagai lingkaran putih yang terus membesar. Setiap penambahan pengetahuan yang tervalidasi menjadikan lingkaran itu meluas. Namun, untuk menjadi bagian dari lingkaran itu, sebuah gagasan tidak bisa serta-merta masuk. Di antara ide baru dan lingkaran ilmu, terdapat batas berwarna biru, yaitu sebuah “atmosfer publikasi” yang harus ditembus. Inilah yang mewakili proses editorial dan peer review dalam publikasi ilmiah.
@mujisetiyo_ Gagasan dalam artikel harus mampu menembus atmosfer ! Artikelmu ingin accepted di Scopus? Jangan hanya fokus pada panjang tulisan atau banyaknya data! ✍️ Yang dicari editor & reviewer adalah kebaruan gagasan yang benar-benar memperluas lingkaran pengetahuan 💡🌍 Kalau artikelmu cuma mengulang yang sudah ada, siap-siap desk reject 😬 Dan ingat, hindari jurnal predator yang hanya mengincar biaya, bukan kualitas. Tonton video ini biar tahu caranya menembus atmosfer ketat publikasi ilmiah 🚀 📌 Save & share ke temanmu yang lagi nulis artikel! #scopus #jurnalilmiah #publikasi #skripsi #tesis #disertasi #tipsmenulis #jurnal #penelitian #novelty #bkd #professor #dosen #sinta
Mengirimkan naskah ke jurnal bereputasi bukan sekadar menyebar tulisan, melainkan menawarkan gagasan kepada komunitas ilmiah agar diuji dan, jika layak, diserap ke dalam tubuh ilmu pengetahuan yang telah mapan. Editor dan reviewer bertindak sebagai penjaga gerbang, mereka menilai apakah kontribusi itu benar-benar baru, valid, dan layak untuk menambah lingkaran putih pengetahuan.
Namun, persoalan muncul ketika lapisan penjaga ini menjadi longgar. Di tengah maraknya tuntutan untuk “publish or perish,” banyak naskah dengan kualitas rendah, bahkan tanpa peer review yang memadai, berhasil lolos ke jurnal. Beberapa jurnal tergelincir pada praktik komersial semata, mengabaikan standar ilmiah. Akibatnya, terjadi kebocoran dalam sistem: karya ilmiah yang belum matang atau bahkan menyesatkan justru ikut tercatat dalam literatur akademik.
Dalam situasi ini, kepercayaan terhadap publikasi ilmiah bisa tergerus. Komunitas ilmiah sering kali menunjukkan protes, dan tak jarang jurnal-jurnal tersebut akhirnya dihentikan karena gagal menjaga kualitas. Padahal, publikasi ilmiah bukan sekadar tempat menulis; ia adalah sistem yang bertugas menjaga integritas ilmu itu sendiri.
https://www.youtube.com/shorts/U-2Xmr1eZdo