Fenomena joki publikasi dan jurnal predator belakangan ini semakin sering terdengar di dunia akademik. Saya pribadi memandangnya sebagai ancaman serius bagi integritas ilmiah, karena keduanya merusak proses yang seharusnya membentuk kemampuan dan karakter seorang peneliti. Pertanyaan yang sering saya terima adalah: Bagaimana cara agar kita tidak terjebak dalam praktik seperti ini? Bagi saya, jawabannya sederhana namun mendasar: semua berawal dari niat.
Niat yang Benar adalah Pondasi
Saya percaya, publikasi ilmiah itu layaknya amal ibadah, ia dinilai pertama-tama dari niatnya. Jika niat kita benar, kita akan ditunjukkan jalan yang benar pula. Sejak awal, saya meniatkan publikasi sebagai amal akademik, cara untuk membagikan gagasan dan pengetahuan, walaupun hanya sedikit, demi memberi pencerahan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Jika niatnya sudah benar, kita akan lebih siap menjalani prosesnya dengan cara-cara yang sahih dan etis.
Memahami Karakter Jurnal
Niat yang baik saja tidak cukup. Kita juga harus memahami karakter jurnal tempat kita ingin mempublikasikan karya. Saya sering mengibaratkan ini seperti mendaki gunung, misalnya Rinjani atau Semeru. Kalau kita hanya punya keinginan naik gunung tanpa mempelajari jalurnya, medannya, dan tantangannya, kita mungkin tidak akan pernah sampai. Tapi jika kita mau mencari informasi, menyiapkan peralatan, dan memahami rute, peluang kita sampai ke puncak akan jauh lebih besar.
Dalam publikasi ilmiah, “memahami medan” berarti:
-
Membaca artikel-artikel yang sudah terbit di jurnal tersebut.
-
Mengetahui fokus bidang dan cakupan topiknya.
-
Mematuhi gaya penulisan dan format yang diminta.
-
Memahami siklus publikasi dan siap menghadapi revisi atau penolakan.
Penolakan dari editor (rejected) itu sendiri saya anggap seperti “terpeleset di batu” saat mendaki, memang sakit, tapi itu bagian dari proses belajar.
Godaan Jalan Pintas
Sayangnya, ada saja godaan jalan pintas. Dalam analogi pendakian, ini seperti ada orang yang menawarkan naik helikopter ke puncak. Cepat, mudah, dan tanpa lelah. Itulah yang ditawarkan joki publikasi maupun jurnal predator. Masalahnya, dengan cara ini kita memang sampai “puncak”, tetapi kehilangan seluruh pengalaman berharga yang membentuk kemampuan dan pemahaman kita. Lebih buruk lagi, risiko etik dan kerugian moralnya sangat besar.
Kerugian Terjebak Joki Publikasi dan Jurnal Predator
Bagi saya, tidak ada keuntungan sehat dari joki publikasi maupun jurnal predator. Yang ada hanyalah ilusi prestasi. Sebaliknya, kerugiannya jelas:
-
Hilangnya integritas akademik.
-
Potensi sanksi etik dari institusi.
-
Tidak berkembangnya keterampilan menulis dan meneliti.
-
Kontribusi ilmiah menjadi palsu dan tidak bermanfaat.
Menghindari joki publikasi dan jurnal predator bukan hanya soal mematuhi aturan, tapi tentang menjaga martabat kita sebagai akademisi. Dengan niat yang benar dan proses yang benar, kita tidak hanya akan mencapai tujuan publikasi, tetapi juga membawa pulang pengalaman, kemampuan, dan kebanggaan yang sejati. Bagi saya, dalam dunia akademik, perjalanan sering kali sama berharganya dengan tujuan itu sendiri.