Scopus dikenal luas sebagai salah satu basis data indeksasi jurnal terbesar dan bereputasi di dunia. Bagi peneliti, dosen, maupun mahasiswa, keberadaan jurnal yang terindeks Scopus sering menjadi syarat penting dalam publikasi atau penilaian kinerja akademik. Namun, tidak semua jurnal yang masuk dalam indeks Scopus mampu mempertahankan posisinya. Sebagian jurnal justru mengalami discontinued atau dihentikan dari indeksasi, biasanya karena masalah kualitas maupun pelanggaran etika publikasi.

Fenomena ini menjadi penting untuk dipahami, karena publikasi di jurnal yang sudah dihentikan indeksasinya dapat menurunkan kredibilitas penulis, bahkan bisa berimplikasi pada penilaian jabatan akademik maupun reputasi institusi.

Mengapa Jurnal Bisa Discontinued?

Scopus menerapkan evaluasi rutin terhadap seluruh jurnal yang mereka indeks. Jika ditemukan praktik yang melanggar etika atau menurunkan kualitas akademik, jurnal dapat dihentikan sementara (discontinued). Beberapa penyebab umum meliputi:

  • Pelanggaran etika publikasi, seperti tidak adanya peer review yang memadai.

  • Manipulasi sitasi, misalnya tingkat sitasi diri (self-citation) yang berlebihan.

  • Lonjakan jumlah artikel yang tidak wajar tanpa peningkatan kapasitas editorial.

  • Inkonstistensi dalam penerbitan, baik dari segi jadwal maupun kualitas konten.

  • Keterlibatan dalam praktik predatorik, yakni menerima artikel tanpa seleksi ketat demi keuntungan finansial.

Ketika hal-hal ini ditemukan, Scopus biasanya akan memberi catatan peringatan, lalu jika tidak ada perbaikan, jurnal tersebut akan dihentikan pengindeksannya.

Cara Mengecek Status Jurnal di Scopus

Banyak penulis yang terjebak karena hanya mengandalkan klaim penerbit bahwa jurnalnya masih terindeks. Padahal, langkah paling akurat adalah dengan mengecek langsung di laman resmi Scopus.

Caranya:

  1. Masuk ke situs Scopus Source List.

  2. Cari nama jurnal yang dituju.

  3. Periksa bagian Content Coverage. Jika jurnal sudah dihentikan, akan muncul tanda discontinued.

Namun, perlu dipahami bahwa ada delay (keterlambatan) dalam pembaruan informasi. Kadang sebuah jurnal sudah dihentikan sejak awal tahun, tetapi status di Scopus baru diperbarui beberapa bulan kemudian. Oleh karena itu, peneliti perlu proaktif memantau perkembangan dan tidak hanya mengandalkan data lama.

Red Flag: Lonjakan Publikasi yang Tidak Wajar

Salah satu tanda paling mencurigakan adalah lonjakan jumlah artikel yang tidak masuk akal. Misalnya:

  • Tahun 2021: 30 artikel terbit.

  • Tahun 2022: 50 artikel terbit.

  • Tahun 2023: melonjak drastis hingga 350 artikel.

Pertumbuhan sebesar ini jarang terjadi secara alami. Biasanya, hal ini mengindikasikan penerbit membuka keran seleksi lebar-lebar, menerima hampir semua naskah tanpa melalui peer review yang ketat. Tujuannya sering kali hanya untuk keuntungan ekonomi.

Sebagai pembanding, jurnal bereputasi biasanya mengalami pertumbuhan yang lebih wajar, misalnya naik 10–20% per tahun, seiring dengan bertambahnya editor, reviewer, dan kualitas manajemen.

Apakah Editorial Board Bisa Menjadi Alasan Kenaikan Publikasi?

Dalam beberapa kasus, peningkatan publikasi bisa saja dibenarkan jika dibarengi dengan peningkatan kapasitas dewan editor. Misalnya, sebuah jurnal yang awalnya hanya memiliki 12 editor memperluas jaringannya hingga 120 editor internasional. Namun, jumlah editor yang besar bukanlah jaminan kualitas. Jika sistem peer review tetap lemah, maka lonjakan publikasi hanya menghasilkan kuantitas, bukan kualitas. Editorial board yang ideal justru memastikan standar akademik tetap terjaga, meski jumlah artikel yang diterbitkan bertambah.

Dampak bagi Penulis dan Institusi

Mempublikasikan artikel di jurnal yang ternyata sudah discontinued bisa menimbulkan sejumlah dampak negatif, antara lain:

  • Artikel tidak lagi diakui dalam penilaian kinerja atau akreditasi.

  • Reputasi penulis dapat dipertanyakan, terutama jika dianggap kurang selektif dalam memilih outlet publikasi.

  • Institusi juga bisa terkena imbas, karena publikasi di jurnal bermasalah dapat mengurangi citra akademik universitas.

Inilah sebabnya penting bagi penulis untuk menghindari jurnal dengan tanda-tanda mencurigakan, meski mereka masih terlihat “produktif” dan menawarkan proses publikasi cepat.

Bagaimana Memilih Jurnal yang Kredibel?

Untuk menghindari risiko terjebak dalam jurnal discontinued, ada beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan:

  1. Selalu cek Content Coverage di Scopus sebelum mengirim artikel.

  2. Pilih jurnal dengan pola publikasi konsisten dan jumlah artikel yang wajar.

  3. Perhatikan track record sitasi, apakah terlihat sehat atau justru mencurigakan karena terlalu banyak sitasi diri.

  4. Evaluasi profil editorial board, apakah beranggotakan akademisi bereputasi atau hanya sekadar nama tanpa kredibilitas.

  5. Lebih baik memilih jurnal dengan reputasi stabil, meski prosesnya lebih lama, dibandingkan yang tampak instan tetapi berisiko.

Menjaga Integritas Akademik

Pada akhirnya, publikasi bukan hanya soal memenuhi target administratif, tetapi juga soal kontribusi terhadap ilmu pengetahuan. Memilih jurnal yang kredibel berarti menjaga integritas akademik, baik sebagai individu maupun institusi. Sebagaimana ditekankan dalam banyak panduan etika penelitian, kualitas lebih penting daripada kuantitas. Publikasi di jurnal yang konsisten, bereputasi, dan beretika akan lebih dihargai dalam jangka panjang dibandingkan publikasi massal di jurnal yang akhirnya discontinued.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Yuk, Ikuti Media Sosial Kami!
Dapatkan informasi terbaru, inspirasi, dan berbagai kegiatan menarik lainnya dengan mengikuti akun resmi kami di media sosial.

 

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak digital ya..